Sabtu, 11 Januari 2014

Jawaban Dari Langit

         “Lanjut ataukah cukup sampai disini?”


Pertanyaan yang belakangan ini membuat Boim kehilangan semangat, remaja periang kelas XII ipa satu itu tiba–tiba menjadi begitu pendiam. Raut wajah Boim juga tak biasanya tampak kusut seperti itu.Tingkah laku ketua ROHIS SMA 1 Lembar yang berubah drastis itu tentu saja menyita perhatian seantero kelasnya. Setelah diselidki, sulung dari empat bersaudara itu ternyatasedang dihadapkan dengan persoalan serius tentang karir pendidikannya yang sudah berjalan lebih dari separuh usianya. Boim yang dibesarkan dari keluarga yang elit (ekonomi sulit) itu juga dipusingkan dengan biaya sekolah kedua adiknya yang masih duduk di bangku SMP dan SMA. Sedangkan untuk kebutuhan sehari–hari saja keluarganya tidak jarang berhutang. Di sisi lain, Boim merupakan seorang remajasederhana yang meiliki mimpi yang besar, sedari kecil Boim sudah memupuk jiwa kewirausahaan dengan menjadi penjual es keliling dan menjual kurma di kelas khusus di bulan ramadhan.

Boim terkejut setelah membuka website Bidik Misibeberapa waktu lalu dimanaterpampangtulisan yang mengatakan “Maaf, pendaftaran Bidik Misi untuk jalur SNMPTN Undangan sudah ditutup.” Boim bak seorang yang kebakaran jenggot, jantungnya seakan berhenti berdetak sekian detik.Bagaimana tidak, dia mengira bahwa pendaftaran beasiswa tersebut dilaksanakan setelah resmi menjadi mahasiswa tetapi dugaan tersebut salah.Alhasil tak seorangpun dari sekolah dekat pelabuhan tersebutyang terdaftar sebagai mahasiswa penerima Bidik Misi tahun ini, sungguh ironis. Memang masih ada jalur masuk lainyang bisa menggandeng pedaftaran BidikMisi, namun Boim rasanya sudah tidak tegas melihat kedua orangtuanya mengerutkan kening karena bingung harus mendapatkan uang darimana lagi. Entah siapa yang harus disalahkan, pihak sekolah atau Boim sendiri yang kurang aktif mencari informasi. Sempat terbesit hasrat untuk tidak kuliah, namun kenyataan yang ada Boim adalah anak pertama yang memiliki tanggung jawab 3 orang adik perempuan.

“Tenanglah Nak, Tuhan tidak akan pernah menelantarkan hambaNya yang mau bersungguh-sungguh. Pasti ada jalan, insyaAllah!.” Ibu meyakinkan sembari membelai lembut pundak Boim. Nasehat yang terucap dari orang yang paling Boim sayang itu ibarat tetesan air yang membasahi tanah yang kering nan tandus, sungguh menyejukkan.

Beberapa bulan setelah Boim menyadari kesempatan menjadi mahasiswa BidikMisi sudah hangus, tibalah saat pengumuman hasil seleksi SNMPTN Undangan.Sungguh ini adalah kali kedua Boim merasakan ketegangan yang cetar membahana setelah pengumuman kelulusan UN beberapa waktu lalu. Boim ditemani Pak rudi yang tidak lain adalah wali kelasnya duduk di depan komputer sekolah untuk mengakses pengumuman via online. Setelah menunggu layar komputer menampilkanwebpage yang dituju, kalimat yang Boim tunggu-tunggu akhirnya muncul.


                                                                  IBRAHIM HARIRI


                              LULUS DI JURUSAN AGRIBISNIS FAPERTA UNRAM



“Paaak, Boim luluuuuussss!” bergetar bibir Boim mengatakannya.


“This is the sentence that I’ve been waiting for so long, Sir!” Boim histeris begitu kalimat yang menyatakan dirinya lulus muncul di layar komputer.


“Alhamdulillaaah..” serentak kami mengucap syukur kepadaNya.


Meski Agribisnis bukan pilihan utamanya, hal itu tak mengapa bagi Boim karena salah satu impiannya adalah menjadi seorang pengusaha besar yang mampu melebarkan sayap hingga ke belahan bumi yang lain.


                                                                                  ***


Waktu begitu cepat berlalu, Auditorium M Yusuf Abu Bakar menjadi tempat pertama yang Boim sapadi kampus. Di tempat ituia bertemu dengan ratusan mahasiswa baru yang juga lulus seleksi. Setelah menyelesaikan proses daftar ulang, Boim memberanikan diri berkenalan dengan beberapa mahasiswa baruyang sefakultas sebagai langkah awal memperlancar kuliah. Dan ternyata tidak sedikit dari kenalan baru Boim yang jauh lebih mampu secara ekonomi dari Boim namun mendapat beasiswa Bidik Misi.Boim hanya mampu tersenyum agar terlihat tetap tenang sambil sesekali menghela nafas panjang, gejolak batin yang sungguh membuat Boim ingin berteriak saat itu juga.


Seleksi terakhir untuk dapat masuk UNRAM adalah jalur Mandiri. Saat itu masih bulan ramadhan, Boim menemani Kadri ke Auditorium untuk mengambil formulir pendaftaran.Kadri yang bertubuh mungil kewalahan menerobos kerumunan pendaftar, tak tega melihat sahabatnya dalam situasi seperti itu Boim dengan cekatan langsung masuk ke barisan pengantri. Boim yakin pada sebuah hadits yang mengatakan “Allah Swt. akan menolong hambaNya selagi ia menolong saudaranya”(Al Hadits). Dan benar, belum lama ia mengantri pandangan matanya tak sengaja berpapasan dengan secarik kertas yang tertempel pada tembok tidak jauh dari Boim berdiri. Iaterus menatap kertas pengumuman itu dengan penuh keheranan. Seakan tak percaya apa yang sedang dilihatnya, Boim bertanya kepada pendaftar yang berada di depannya.


“Mas, itu pendaftaran Bidik Misi kok masih ditempel?” Tanya Boim heran.


“Iya Mas, ada penambahan kuota untuk penerima Bidik Misi tahun ini” jawab pria berkacamata itu meyakinkan.


“Serius Mas?Sejak kapan ada penambahan kuota?” Tanya Boim penuh kegirangan.


“Iya Mas, saya kurang tahu sejak kapan!” jawab pria itu sambil memperbaiki posisi kacamatanya.


Tak ingin kehilangan tongkat untuk kedua kalinya, segera setelah mendapatkan formulir ialangsung mencatat semua persyaratan yang diminta. Pagiitu Boimbertekad mengumpulkan semua persyaratan yang diperlukan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya


Keesokan harinya semua berkas yang Boim kumpulkan telah berada di tangan Pak Haris selaku panitia pendaftaran Bidik Misi saat itu.Boim menyempatkan diri bertanya perihal penambahan kuota tersebut.


“Itu karena Pak Menteri Pendidikan yang meminta langsung.” Jawab Pak Haris singkat.


Senyum Boim mengembang, ternyata kesempatan kedua itu muncul karena kunjungan Pak Menteri Pendidikan ke rumah salah seorang penerima Bidik Misi di kampungnya Boim.Melihat kondisi mahasiswa tersebut, Pak Menteri merasa terketuk hatinya untuk memberikan tambahan kesempatan bagi mahasiswa UNRAM yang kurang mampu secara ekonomi namun mampu secara akademik.Boim tak henti-hentinya mengucap Hamdalah ketika dalam perjalanan pulang hari itu. Ini semua tentu tidak lepas dari peran vital sang ibu yang senantiasa bermunajat di tengah keheningan malam. “Terimakasih Ya Allah, terimakasih Ibu.” Ucap Boim lirih di atas kendaraan.


                                                                               ***


Setelah proses perkuliahan sudah aktif, Boim menemuibegitu banyak hambatan terutama masalah finansial. Dompetnya yang lusuh hanya dihuni oleh kartu identitas dan beberapa helai lembar pecahan ribuan yang hanya cukup untuk membeli bensin dua liter.Hal itu tak lantas membuat Boim patah semangat, “syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah, tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik.Jangan menyerah!”lirik lagu yang kerap Boim nyanyikan untuk memotivasi diri.Boim menemukan teman yang tampak senasib dengannya dalam hal keuangan, Khaekal namanya.Mumpung pendaftaran BidikMisi belum ditutup, Boim mengajak pemuda asli Mataram itu untuk mendaftar.Kesempatan itu tak disia-siakan Khaekal yang juga ingin mengurangi beban ekonomi keluarganya.


Sejak mendapat kesempatan menjadi mahasiswa Bidik Misi, Boim menjadi semakin taat beribadah.Ia kerap terlihat menyempatkan diri dengan dua rakaat sholat dhuha ditengahpadatnya jadwal kuliah. Boim juga sudah bernazar untuk menyedahkan sejumlah rezeki yang ia dapat jika nantinya dia resmi lulus seleksi menjadi mahasiswa Bidik Misi. Dan hampir setiap malam untaian doa demi doa terucap dari lisan Boim agar ia diberi kemudahan, kelapangan dan keberkahan rezeki.


Saat yang ditunggu-tunggu tiba, terdengar kabarbahwa pengumumanBidik Misi 2012 sudah diterbitkan, Boim sangat antusias mendengarnya.Ia bergegas menuju kerumunan di depan mading kampus untuk segera memastikan kebenaran kabar tersebut. Dan benar, pengumumannya sudah ditempel disitu. Mata dan jemarinya dengan perlahan memindai nama-nama yang tercantum, nama“Ibrahim Hariri” dengan Nomor Induk C1G012116 tak jua ia temukan.


” Ya Rabbi, apakah ini artinya saya tidak lulus seleksi?” ungakapnya lirih dengan wajah memelas sedih.Ia coba kembali mencari namanya di antara ratusan nama yang terpampang di situ, ia temukan nama Khaekal teman sekelas yang ia ajak mendaftar. Boim menghela nafas panjang, hatinya miris.


“Gimana im? Kamu lulus juga kan?” tanya Khaekal yang juga berada di sana.


“Nggak Kal, mungkin memang bukan rezeki saya. Selamat ya kamu ternyata lulus.” jawab Boim dengan senyum yang sedikit terpaksa.Khaekal jelas tidak enak hati dengan situasi yang mereka hadapi saat itu.


Setelah mengucap selamat kepada teman-teman yang lulus seleksi dengan senyum yang dimanipulasi, Boim meninggalkan kerumunan dan bergegas pulang.Adalah suatu kenyataan yang sangat pahit untuk diterima, namun itulah kehendak Tuhan. Boim tak ingin menceritakan apa yang baru saja dialaminya pada siapapun termasuk ibu. Dan pada malam harinya Boim terjaga, ia bersimpuh di atas hamparan sajadah panjang.


“Ya Allah, jika ini memang kehendakMu maka jadikanlah hamba ikhlas dan ridho menerimanya.Jangan Engkau biarkan rasa iri dengki terpatri di dalam hati hambaMu yang lemah ini, sesungguhnya Engkau maha mendengar segala isi hati” rintih Boim sembari menengadahkan kedua telapak tangan.Ia masih memegang teguh keyakinan akan firmanNya yang mengatakan “Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”.


Dua hari berlalu, kegalauan masih menyelimuti perasaan Boim.Ketika Boim hendak menuju musola kampus untuk menyempatkan sholat dhuha, Indri teman sekelas Boim yang juga pelamar Bidik Misi menghampirinya dengan membawa beberapa lembar kertas. Sambil tersenyum Indri menyodorkan lembaran kertas tersebut,


“Im, coba kamu lihat ini deh!” sapa Indri sambil menujuk ke arah lembaran itu.


“Apa ini dri?”tanya Boim dengan frekuensi suara yang masih terdengar lemah.


“Udah deh, cari saja namamu di situ. Kalau ada berarti kamu juga lulus seleksi Bidik Misi” lanjut Indri menerangkan. Boim sontak kaget mendengar pernyataan Indri, dengan cekatan jemarinya membolak-balikkan lembaran itu. Belum lama mencari, senyum di wajah Boim perlahan mengembang, ternyata yang dipegangnya adalah pengumuman lengkap hasil seleksi Bidik Misi dan namanya ada di situ. Dan pengumuman yang ditempel di mading dulu hanya baru sebagian karena banyaknya pengumuman penting lain yang harus ditempel saat itu. Saking bahagianya Boim hampir memeluk Indri, kedua matanya nampak berkaca sambil memandang ke arah langit. Boim bergegas ke musola, untaian tasbih tak henti-hentinya ia ucap dalam sujud syukurnya saat itu. Ia merasa ini adalah jawaban atas apa yang selama ini ia perjuangkan.



            “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”( QS. 55 : 13)






                                                                                   ***



                                                                                                     Gerung, 22 April 2013

Read more ...